Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak gugatan batas maksimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (23/10/2023).
Gugatan tersebut diajukan oleh tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yaitu Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro.
MK menyimpulkan bahwa batas maksimal usia capres dan cawapres sebesar 70 tahun telah kehilangan objek.
Hal ini karena pada Pasal 169 huruf Q Undang-Undang Pemilu telah ditambahkan pemaknaan baru yang sesuai dengan keputusan MK pada tanggal 16 Oktober 2023.
Para penggugat batas maksimal usia capres dan cawapres ini diwakili oleh 98 orang advokat yang tergabung dalam Forum Aliansi ’98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Ada dua gugatan yang diajukan kepada MK.
Pertama, penggugat memohon MK menyatakan bahwa Pasal 169 huruf Q UU Pemilu bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945.
Kedua, penggugat meminta Pasal 169 huruf D UU Pemilu yang mengatur norma tambahan menjadi tidak pernah mengkhianati negara, melakukan tindak pidana berat, dan tindak kejahatan pada manusia.
MK berpendapat bahwa gugatan kedua rawan menimbulkan kelimpahan makna atau redudansi.
Hal ini berpotensi menimbulkan keraguan dan mempersempit cakupan dasar norma yang terkandung dalam Pasal 169 huruf D UU Pemilu.
Pasal tersebut sebenarnya sudah mencakup makna yang luas, termasuk semua jenis tindak pidana berat.
Akhirnya, MK berpendapat bahwa permohonan para pemohon tidak beralasan sesuai hukum.
Namun, terdapat satu hakim yang memiliki pendapat berbeda dalam putusan MK tersebut.
MK juga menolak gugatan uji materi terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Perkara tersebut dinyatakan sebagai gugatan yang tidak diterima.
Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah memastikan penolakan terhadap gugatan batas maksimal usia capres dan cawapres sebesar 70 tahun.