Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa ancaman perubahan iklim sangat nyata dan dapat berdampak pada 14% populasi di Bumi. Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan kondisi saat ini sebagai “global boiling”.
Jika suhu bumi terus meningkat sebesar 1,5 derajat Celsius, diprediksi akan ada 210 juta orang yang mengalami kekurangan air dan terpapar gelombang panas. Selain itu, 290 juta rumah akan terendam banjir pesisir dan 600 juta orang akan mengalami malnutrisi akibat gagal panen. Hal ini merupakan ancaman nyata bagi kita semua.
Oleh karena itu, Indonesia berkomitmen untuk mempercepat transisi energi melalui penambahan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam skala besar. Potensi energi terbarukan di Indonesia diperkirakan mencapai 3.600 GW, termasuk energi matahari, angin, panas bumi, arus laut atau ombak, bioenergi, dan arus sungai.
Indonesia memiliki lebih dari 4.400 sungai yang potensial, di antaranya 128 sungai besar. Beberapa contohnya adalah Sungai Mamberamo di Papua dan Sungai Kayan di Kalimantan Utara, yang memiliki potensi mencapai 13 ribu Megawatt. Potensi ini dapat digunakan untuk memasok listrik ke green industrial park di Kalimantan Utara dan memberikan manfaat besar bagi masa depan bumi dan generasi penerus.
Meskipun menghadapi tantangan seperti lokasi sumber pembangkit listrik tenaga air yang jauh dari pusat kebutuhan listrik, masalah pendanaan yang membutuhkan investasi besar, dan alih teknologi, Indonesia telah membuat blueprint untuk menghubungkan pembangkit listrik hijau ini ke pusat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Indonesia juga melakukan kolaborasi dengan kekuatan ekosistem hidup di dunia.
Hal ini penting untuk dilakukan agar dapat mengatasi ancaman perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan bumi untuk masa depan yang lebih baik.