Jakarta, CNBC Indonesia – Media asing saat ini menyoroti boikot terhadap produk-produk yang diyakini terkait Israel, termasuk di Indonesia.
Salah satunya, Channel News Asia (CNA) dari Singapura, membuat analisis khusus mengenai boikot ini. Mereka menyoroti dampak boikot di Malaysia dan Indonesia dalam artikel berjudul “Analysis: A war of opinions brewing in Malaysia and Indonesia over impact of anti-Israel boycotts”.
Media tersebut juga menyoroti dampak boikot di Malaysia, dengan sejumlah perusahaan seperti McDonald, KFC, Starbucks, Pizza Hut, dan Burger King terkena dampak. Bahkan Grab juga menjadi sasaran setelah istri CEO-nya, Chloe Tong, menyatakan dukungannya ke Israel. Namun, berbeda dengan Malaysia, dampak di Indonesia disebut tidak terasa. Bisnis di Indonesia, seperti gerai Starbucks dan McDonald’s di Jakarta, masih berjalan normal.
Menurut peneliti tamu di ISEAS Yusof Ishak Institute di Singapura, gerakan BDS (Boycott-Divestment-Sanctions) untuk menekan Israel mematuhi hukum internasional yang diinisiasi Palestina, masih terbatas di Indonesia. Isu-isu politik dalam negeri masih menjadi prioritas utama masyarakat Indonesia, seperti yang disampaikan Made Supriatma.
Media Hong Kong, South China Morning Post (SCMP) juga menulis mengenai boikot di Indonesia, dengan menyebut 121 merek yang diklaim berafiliasi dengan Israel. Meskipun gerakan boikot ini berpotensi menghasilkan kerugian hingga US$11,5 miliar per tahun bagi Israel, namun gerakan BDS tidak akan secara drastis mempengaruhi perekonomian Israel.
Sebab, sekitar 40% ekspor Israel adalah barang “intermediet” atau produk tersembunyi yang digunakan dalam proses produksi barang di tempat lain, seperti semikonduktor. Selain itu, sekitar 50% dari ekspor Israel adalah barang “diferensiasi” atau barang yang tidak dapat digantikan, seperti chip komputer khusus.