Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuka suara mengenai ekspor tanaman herbal kratom yang diklaim dapat menghasilkan keuntungan melebihi sawit bagi petani, dengan modal yang lebih sedikit. Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kemendag, Didi Sumedi mengatakan bahwa saat ini belum ada keputusan final terkait tanaman herbal ini, apakah dinyatakan dilarang atau tidak.
Namun, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan ingin mengendalikan penggunaan dan perdagangan kratom agar nilainya tidak jatuh. Ekspor kratom sendiri belum diatur oleh Kemendag.
Menurut Didi, pengendalian tanaman herbal kratom akan membantu menjaga harga tetap stabil. Dikarenakan jika terlalu banyak produksi, harga akan turun.
Didi juga menjelaskan bahwa penataan peredaran kratom perlu dilakukan karena kratom masuk ke dalam tanaman herbal yang diwacanakan masuk ke dalam kategori narkotika golongan I.
Sebelumnya, Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Pekrindo) menyatakan bahwa kratom bisa menghasilkan keuntungan melebihi sawit bagi petani. Ketua Pekrindo Yosef mengatakan bahwa dengan modal menanam kratom senilai Rp15 juta per hektare, hasilnya akan mendapatkan keuntungan hingga Rp25 juta.
Direktur Jenderal PEN Kemendag, Didi Sumedi pun tak menampik pernyataan tersebut. Menurutnya, ada kemungkinan besar tanaman kratom lebih menguntungkan ketimbang sawit, karena masa panen kratom sendiri yang lebih singkat.
Menurut data BPS yang diolah Kemendag, nilai ekspor kratom Indonesia sempat turun dari US$ 16,23 juta pada 2018 menjadi US$ 9,95 juta pada 2019. Namun, kembali meningkat lagi nilai ekspor kratom pada 2020, yakni US$ 13,16 juta dan terus menunjukkan tren meningkat hingga 2022. Pada 2023, nilai ekspor kratom Indonesia tumbuh 52,04% menjadi US$ 7,33 juta.