portal berita online terbaik di indonesia

Netanyahu Dituduh Membunuh 20.000 Warga Gaza dan Memancing Konflik Seperti Perang Dunia 2

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih terus meluncurkan serangan militer ke wilayah Gaza, Palestina. Serangan ini dilakukan untuk memusnahkan milisi Hamas di wilayah tersebut, meskipun sebagian besar dunia menolak karena banyak warga sipil yang menjadi korban.

Meskipun menghadapi penolakan internasional, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tetap bergeming. Ia bahkan membawa narasi terkait insiden saat Perang Dunia II untuk menjustifikasi korban warga sipil di Gaza yang sudah mencapai 20.000 jiwa.

Netanyahu merujuk pada insiden tahun 1944 ketika serangan udara Inggris yang menargetkan situs Gestapo, secara keliru menghantam sebuah sekolah di Kopenhagen dan menewaskan 86 anak. Menurutnya, itu bukanlah kejahatan perang.

Sejak itu, kampanye Sekutu melawan Nazi Jerman dan Jepang selama Perang Dunia II telah menjadi preseden sejarah bagi negara Israel yang berusaha membenarkan pembunuhan besar-besaran terhadap rakyat Gaza karena negara tersebut mengejar para pejuang Hamas.

Duta Besar Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely, membandingkan kampanye Israel dengan pemboman tiga malam Sekutu yang menghancurkan di Dresden pada tahun 1945. Serangan tersebut dimaksudkan untuk memaksa Nazi menyerah, namun menyebabkan kematian sekitar 25.000-35.000 warga sipil Jerman.

Namun, upaya ini mengabaikan akar konflik Israel-Palestina sejak peristiwa pengusiran 750 ribu warga Palestina yang disebut Nakba serta pendudukan ilegal atas wilayah Palestina. Mereka juga mengabaikan bagaimana Perang Dunia II melahirkan rezim hukum internasional yang baru.

Sejarawan Israel dan aktivis sosialis Ilan PappĂ© mengatakan kepada Al Jazeera bahwa upaya Israel ini bertujuan “sebagai pembenaran atas kebijakan brutalnya terhadap” warga Palestina dan merupakan pedoman lama yang digunakan oleh negara tersebut.

Dia mengutip contoh ketika mantan Perdana Menteri Israel Menachem Begin membandingkan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) saat itu, Yasser Arafat, dengan Hitler. Ia juga menyamakan Beirut dengan Berlin pada saat perang di Lebanon berlangsung.

Namun kata-kata Begin memicu kritik dari banyak orang di negaranya. Novelis Israel Amos Oz menulis bahwa “dorongan untuk menghidupkan kembali Hitler, hanya untuk membunuhnya lagi dan lagi, adalah akibat dari rasa sakit yang dapat digunakan oleh para penyair, tetapi tidak bagi negarawan.”

Scott Lucas, pakar kebijakan luar negeri AS dan Inggris di Universitas Birmingham, mengatakan penggunaan PD II yang tiada henti oleh Israel dan para pendukungnya untuk mengurangi kritik terhadap perang berdarah di Gaza menunjukkan bahwa Tel Aviv ingin menghilangkan dampak pasca tahun 1945 saat perang berakhir.

Israel telah berulang kali menuduh badan-badan PBB dan para pejabatnya, termasuk Sekretaris Jenderal Antonio Guterres, bersikap bias karena mereka menyerukan gencatan senjata. Sementara itu, bom Israel telah membunuh lebih banyak anggota staf PBB di Gaza sejak 7 Oktober dibandingkan konflik mana pun dalam sejarah organisasi tersebut.

“Warga sipil akan terbunuh di masa perang,” tambah Lucas, seraya menyebut bahwa Israel tampaknya melanggar persyaratan proporsionalitas dalam hukum internasional.