Rencana Israel untuk terus memperluas permukiman Yahudi di Tepi Barat, Palestina, mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS).
Beberapa sumber yang diwawancarai oleh Reuters pada Rabu (28/2/2024) mengatakan bahwa AS akan mengecam langkah tersebut karena dianggap bertentangan dengan hukum internasional. Hal ini sesuai dengan pernyataan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, dalam konferensi pers di Buenos Aires.
Blinken sebelumnya telah menegaskan bahwa AS menolak segala upaya perluasan dan penambahan pemukiman Yahudi, yang dianggap ilegal secara internasional, di Tepi Barat, Palestina. Menurutnya, kebijakan ini menjadi penghambat bagi perdamaian antara Ramallah dan Tel Aviv.
Pernyataan ini juga membawa AS kembali sejalan dengan mayoritas negara di dunia yang menganggap pemukiman di wilayah yang direbut Israel pada perang Timur Tengah tahun 1967 sebagai tindakan ilegal.
Perubahan kebijakan ini muncul setelah Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengumumkan rencana pembangunan sekitar 3.300 rumah baru di Tepi Barat sebagai tanggapan atas serangan penembakan warga Palestina di wilayah tersebut.
Smotrich, yang merupakan pemimpin partai sayap kanan dalam pemerintahan koalisi Benjamin Netanyahu, tinggal di pemukiman Tepi Barat. Dia juga berjanji untuk terus memperluas permukiman di wilayah tersebut.
Selain itu, eskalasi ketegangan di Tepi Barat terjadi setelah serangan besar-besaran Israel ke Gaza. Israel telah berjanji untuk terus melancarkan kampanye di Gaza hingga milisi Hamas dihancurkan dan semua sandera dari kelompok tersebut dibebaskan.
Namun, serangan Israel telah menewaskan hampir 30.000 warga Palestina dan melukai sekitar 70.000 orang lainnya sejak dimulainya kampanye militer besar-besaran di Jalur Gaza.