Jakarta, CNBC Indonesia – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa hingga saat ini ada 5 sektor yang telah terlibat dalam bursa karbon di dalam negeri. Sektor-sektor tersebut meliputi energi, volume, limbah, pertanian, dan industri umum.
Direktur Pengawasan Bursa Karbon OJK, Lufaldy Ernanda, mengungkapkan bahwa selain dari 5 sektor tersebut, ada juga industri lain yang aktif dalam bursa karbon ini.
“Dari perspektif kami, industri di luar sektor-sektor tersebut, termasuk di dalamnya perbankan, sangat proaktif dalam bursa karbon. Banyak perusahaan di luar sektor yang ditugaskan untuk mengurangi emisi yang terlibat dalam hal ini,” ujarnya kepada CNBC Indonesia dalam acara Energy Corner, Senin (25/3/2024).
Lufaldy menyatakan bahwa bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara (ASEAN) yang juga memiliki bursa karbon, transaksi awal di Indonesia terjadi dalam skala yang paling tinggi. Hal ini terutama terjadi saat bursa karbon pertama kali diluncurkan, dengan transaksi yang cukup besar.
Pada tanggal 26 September 2023, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat nilai transaksi efek dalam perdagangan perdana Bursa Karbon sebesar Rp 29,2 miliar. Jumlah tersebut mencakup total volume perdagangan karbon sebesar 459.953 ton CO2, dengan total transaksi harian sebanyak 27.
“Setelah peluncuran, memang ada penurunan aktivitas di sana. Beberapa transaksi mulai menurun. Tapi sampai saat ini, menurut saya, perkembangannya cukup bagus,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan bahwa pendirian bursa karbon Indonesia merupakan momentum bersejarah bagi Indonesia dalam mendukung upaya Pemerintah dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai dengan Paris Agreement.
“Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan penting di dunia karena volume dan keragaman unit karbon yang diperdagangkan serta kontribusinya dalam mengurangi emisi karbon di tingkat nasional maupun global. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu,” kata Mahendra dalam keterangannya pada Rabu (27/9).
Indonesia memiliki target untuk menurunkan emisi GRK sebesar 31,89 persen (tanpa syarat dan tanpa bantuan internasional) atau 43,2 persen (dengan dukungan internasional) dari tingkat emisi normal pada tahun 2030. Sesuai dengan UU No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), OJK memiliki tanggung jawab dalam mengatur dan mengawasi perdagangan karbon melalui bursa karbon di Indonesia.