portal berita online terbaik di indonesia

Margin Bisnis Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) Berkurang, Ini Batas Omsetnya di Jakarta

Margin Bisnis Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) Berkurang, Ini Batas Omsetnya di Jakarta

Jakarta, CNBC Indonesia – Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) mengungkapkan bahwa margin bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, khususnya, semakin menipis.

Ketua Hiswana Migas DPC DKI Jakarta, Syarief Hidayat, mengungkapkan bahwa beban bisnis SPBU di wilayah DKI Jakarta semakin besar. Hal ini disebabkan oleh nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta biaya lainnya yang semakin meningkat.

Dia menyatakan bahwa dengan peningkatan beban setiap tahun, omzet yang ideal agar bisnis bisa untung minimal harus mencapai penjualan bensin atau Bahan Bakar Minyak (BBM) sekitar 20-30 ribu liter per hari.

“Misalnya untuk SPBU di wilayah DKI Jakarta, dimana nilai PBB-nya besar dan terkait biaya-biaya lainnya yang relatif lebih besar, omzet yang paling ideal adalah minimal penjualan 20-30 ribu liter per hari,” ujar Syarief kepada CNBC Indonesia.

Selain itu, Syarief juga menyebut bahwa beban Upah Minimum Regional (UMR) yang juga meningkat setiap tahun, biaya pajak reklame, biaya penggunaan air tanah, dan berbagai aturan lainnya juga menjadi beban dalam menjalankan bisnis pom bensin di berbagai wilayah dengan perhitungan yang berbeda.

“Selain nilai PBB yang naik setiap tahun, beban UMR juga naik setiap tahun, kemudian ada biaya pajak reklame, biaya penggunaan air tanah, biaya-biaya perizinan terkait izin genset, aturan-aturan terkait Lingkungan Hidup, Sertifikat Laik Fungsi, dan banyak izin-izin lainnya yang dirasakan cukup memberatkan,” jelasnya.

Syarief juga mengungkapkan bahwa margin BBM subsidi yang disediakan oleh SPBU PT Pertamina (Persero) tidak mengalami kenaikan sejak delapan tahun yang lalu. Dia juga menuturkan bahwa bisnis SPBU sebagian besar merupakan pelayanan publik untuk menyediakan kebutuhan BBM bagi masyarakat, sedangkan unsur bisnisnya hanya sekitar 30%.

“Bisnis SPBU bisa dikatakan 70% adalah pelayanan publik menyediakan BBM bagi masyarakat untuk mendukung roda ekonomi, sedangkan unsur bisnisnya mungkin hanya 30%,” ungkap Syarief.

Dia juga menjelaskan bahwa, jika dibandingkan dengan bisnis mal yang merupakan bisnis murni, bisnis SPBU dikenakan tarif perpajakan yang sama. Oleh karena itu, kenaikan tarif pajak dapat berdampak besar pada margin bisnis SPBU.

“Tarif PBB, pajak reklame yang dikenakan sama dengan usaha lain seperti mall, sedangkan usaha di mall 100% murni bisnis. Jika ada kenaikan tarif PBB atau pajak reklame, mereka bisa menaikkan harga kapan saja. Tidak demikian dengan bisnis BBM, dimana kenaikan harga harus mendapat persetujuan dari Pemerintah, sehingga berpengaruh pada margin yang diterima SPBU,” tambahnya.

Artikel Selanjutnya:
Pertamina Bakal Getol Bangun SPBU Nelayan, Ini Lokasinya

(pgr/pgr)