portal berita online terbaik di indonesia

Pemahaman Mendalam Mengenai Kontroversi Mineral Kritis dalam Dimensi Geopolitik

Jakarta, CNBC Indonesia – Saat ini, seluruh dunia sedang bersaing untuk mencari sumber daya mineral kritis seperti nikel, tembaga, emas, bauksit, timah, dan logam tanah jarang (LTJ). Ini disebabkan oleh manfaat luar biasa dari komoditas mineral kritis ini, sehingga banyak negara juga tertarik untuk mengincarnya.

Tidak dipungkiri bahwa mineral kritis telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di era teknologi tinggi dan canggih. Contohnya, mineral kritis digunakan sebagai bahan baku untuk baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika, dan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan seperti PLTS dan PLTB.

Selain itu, sumber daya mineral kritis juga dapat digunakan dalam industri pertahanan dan kendaraan listrik. Oleh karena itu, Indonesia patut bersyukur karena memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk sumber daya mineral kritis.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia menyumbang 40% produksi nikel di dunia. Cadangan timah Indonesia juga menduduki posisi kedua terbesar di dunia dengan produksi total mencapai 40%. Cadangan emas Indonesia berada di posisi keenam terbesar dunia, sementara cadangan tembaga Indonesia berada di posisi kesepuluh terbesar dunia dan posisi ketujuh dari segi produksi.

Selain itu, Badan Geologi baru-baru ini mengumumkan adanya potensi lithium di Indonesia. Salah satu daerah yang memiliki potensi lithium adalah Bledug Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah. Namun, temuan ini memerlukan eksplorasi lebih lanjut untuk mengetahui keekonomian dari sumber daya mineral kritis ini.

Meski Indonesia memiliki banyak cadangan mineral berharga, industri pertambangan menghadapi tantangan besar akibat masalah geopolitik global dan isu lingkungan. Terlebih lagi, Indonesia sedang menghadapi tahun politik yang membuat pengusaha bersikap hati-hati.

Selain itu, kebijakan hilirisasi juga menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk WTO dan IMF. Melalui program hilirisasi, Indonesia telah menghentikan ekspor bahan mineral mentah sejak 2020 dan mengharuskan mengolahnya menjadi logam di dalam negeri.

Namun, gugatan dari Uni Eropa terhadap Indonesia dimenangkan oleh WTO pada tahun 2022. Indonesia kemudian mengajukan banding pada Badan Banding WTO pada Desember 2022.

Untuk memberikan gambaran komprehensif tentang isu sumber mineral kritis ke depan, CNBC Indonesia dengan bangga menghadirkan MINDialogue Mining Outlook 2024 dengan tema “Critical Minerals in Geopolitical Perspective” pada 20 Juni 2024 di Gedung Energi, Jakarta.

Berbagai isu terkait mineral kritis akan dibahas oleh para pembicara dari pihak regulator, pemerintah, dan pelaku usaha.

Acara MINDialogue ini terdiri dari dua sesi panel diskusi, yang akan dibuka oleh Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam pidato pembuka.

Pada sesi panel pertama, pembicara akan meliputi Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, US Counselor for economic affairs, US Embassy to Indonesia, Jonathan Habjan, dan Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk, Nicolas Kanter.

Sedangkan pada panel kedua, akan hadir Wakil Menteri Luar Negeri, Pahala Mansury, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID, Dilo Seno Widagdo, Direktur Macquarie Group, Janeman Latul, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas.

Jangan lewatkan MINDialogue 2024 di CNBC Indonesia TV dan CNBCIndonesia.com pada 20 Juni 2024, mulai pukul 13.00 hingga 17.00. Acara ini didukung oleh Mining Industry Indonesia (MIND ID).

Exit mobile version