Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan bahwa mayoritas netizen Indonesia menganggap bahwa peningkatan utang selama pemerintahan Presiden Jokowi merupakan beban bagi masyarakat. Hal ini terungkap dalam penelitian Continuum Indef mengenai diskusi di media sosial X tentang utang pemerintah baru-baru ini.
“Pernyataan umumnya berkisar pada pandangan netizen mengenai apakah utang tersebut bermanfaat bagi rakyat atau justru membebani,” kata Direktur Pengembangan Big Data Continuum Indef, Eko Listiyanto dalam diskusi Warisan Utang untuk Pemerintah Mendatang di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Continuum Indef menganalisis diskusi di media sosial X dalam rentang waktu 15 Juni-1 Juli 2024. Dari hasil pemantauan, ditemukan sekitar 22 ribu pembicaraan dari 18 ribu akun yang membahas tentang kondisi utang negara.
Dari hasil pemantauan tersebut, Indef menemukan bahwa 79% dari pembicaraan menyatakan pendapat dengan persepsi bahwa utang telah membebani masyarakat.
“Eko juga menyatakan bahwa terdapat 21% dari pembicaraan yang melihat secara positif terhadap utang pemerintah. Para netizen, menurutnya, berpendapat bahwa utang telah membantu dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan tol.
Eko juga menyebutkan bahwa salah satu topik pembicaraan yang cukup sering muncul adalah perbandingan utang Indonesia dengan Jepang atau Amerika Serikat. Rasio utang Indonesia, katanya, dianggap masih kecil jika dibandingkan dengan kedua negara tersebut.
Sebagaimana diketahui, jumlah utang pemerintah pada Mei 2024 mencapai Rp 8.353,02 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 0,17% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 8.338,43 triliun. Posisi utang per 31 Mei 2024 membuat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 38,71%. Rasio utang tersebut naik dari catatan per 30 April 2024 yang sebesar 38,64%.
Selain itu, utang yang jatuh tempo antara tahun 2025 hingga 2029 mencapai Rp 3.748,24 triliun. Angka tersebut terdiri dari sebesar Rp 800,33 triliun pada 2025, Rp 803,19 triliun pada 2026, Rp 802,61 triliun pada 2027, Rp 719,81 triliun pada 2028, dan Rp 622,3 triliun pada tahun terakhir.