Jakarta, CNBC Indonesia – Pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, Iran dan komandan militer Hizbullah Fuad Shukr di Beirut, Lebanon yang dilakukan pasukan Israel, yang terjadi dalam hitungan jam di hari yang sama, membat panas wilayah Timur Tengah. Amerika Serikat (AS) pun dilaporkan bersiap menghadapi potensi eskalasi, termasuk terhadap pasukannya. Washington sendiri dianggap terlibat dalam mendukung Israel dengan intelijen dan senjata, sehingga dapat menjadi sasaran oleh pasukan Iran yang ingin balas dendam.
“Pentagon memerintahkan beberapa kapal perang dan aset militer lainnya ke Timur Tengah tak lama setelah serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel. Alasan utamanya adalah untuk mencegah Iran atau kelompok lain yang didukungnya membuka front kedua, kata pejabat AS. Pejabat AS mengonfirmasi bahwa setidaknya ada 12 kapal perang Amerika di wilayah tersebut, termasuk kapal induk USS Theodore Roosevelt dan lebih dari 4.000 marinir dan pelaut. Namun, aset tersebut, yang meliputi kapal perusak dan kapal amfibi, telah berada di wilayah tersebut selama berbulan-bulan.
“Belum ada perintah baru secara khusus, apakah itu evakuasi atau lainnya,” kata pejabat AS lainnya. “Tetapi kami jelas dalam posisi untuk melaksanakan, jika diperlukan, perintah apa pun yang diberikan.” Kedua pejabat AS berbicara dengan syarat anonim karena ini merupakan masalah sensitif. Pasukan Amerika di wilayah itu bersiap menghadapi potensi serangan di Irak dan Suriah setelah serangan Israel itu.
“Ini adalah [modus operandi] mereka, jadi kami mengantisipasi Iran atau kelompok yang didukungnya akan mengeluarkan perintah untuk menargetkan pasukan kami. Itulah yang telah mereka lakukan di masa lalu dan apa yang kami harapkan sekarang,” kata salah satu pejabat. Shukr dan Haniyeh telah ditetapkan sebagai teroris oleh AS, dengan yang pertama dituduh memainkan peran utama dalam pengeboman Barak Korps Marinir AS di Beirut pada 23 Oktober 1983, yang menewaskan 241 prajurit AS.
(luc/luc)