portal berita online terbaik di indonesia

Kelas Menengah Abai dalam Urusan Keuangan, Mengakibatkan Turunnya Setoran Pajak

Kelas Menengah Abai dalam Urusan Keuangan, Mengakibatkan Turunnya Setoran Pajak

Jakarta, CNBC Indonesia – Aktivitas ekonomi kelas menengah berperan signifikan terhadap pendapatan negara, khususnya dari sisi penerimaan pajak penghasilan, pajak properti, hingga pajak kendaraan bermotor. Hal ini terungkap dalam kajian LPEM FEB UI bertajuk “Rentannya Mesin Pertumbuhan Ekonomi”.

Dalam Seri Analisis Makroekonomi Indonesia Economic Outlook Kuartal III-2024 itu, Tim Kajian Makroekonomi, Keuangan, dan Ekonomi Politik LPEM FEB UI mengungkapkan besarnya peran kelas menengah terhadap penerimaan negara tersebut, bahkan porsinya menjadi yang terbesar.

“Kelas menengah memegang peran yang sangat penting bagi penerimaan negara, menyumbang 50,7% dari penerimaan pajak,” dikutip dari kajian yang disusun Jahen F. Rezki, Teuku Riefky, Faradina Alifia Maizar, Muhammad Adriansyah, dan Difa Fitriani itu, Kamis (8/8/2024).

Kontribusi ini menurut tim LPEM FEB UI sangat penting untuk mendanai program pembangunan publik, termasuk investasi infrastruktur dan sumber daya manusia. Untuk mendukung investasi tersebut, sangat penting untuk menjaga daya beli, baik kelas menengah maupun calon kelas menengah.

“Jika daya beli mereka menurun, kontribusi pajak mereka mungkin berkurang yang berpotensi memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang sudah rendah dan mengganggu kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan dan membiayai proyek pembangunan,” tulis tim LPEM FEB UI.

Dengan kontribusi besar, itu, sayangnya LPEM FEB UI mencatat jumlah kelas menengah Indonesia kini menyusut jumlahnya. Berimplikasi langsung pada penerimaan pajak yang kini kian merosot.

Pada 2023, kelas menengah di Indonesia mencakup sekitar 52 juta jiwa dan mewakili 18,8% dari total populasi. Namun, jumlah penduduk kelas menengah baru-baru ini tersebut mengalami penurunan.

Antara 2014 hingga 2018, jumlah penduduk kelas menengah bertambah hingga lebih dari 21 juta jiwa, meningkat dari 39 juta jiwa menjadi 60 juta jiwa. Pada periode ini, proporsi kelas menengah meningkat dari 15,6% menjadi 23,0%.

Namun, sejak saat itu, penduduk kelas menengah mengalami penurunan hingga lebih dari 8,5 juta jiwa. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk kelas menengah hanya mencakup 52 juta jiwa dengan proporsi populasi sekitar 18,8% saat ini.

Kelas menengah mereka definisikan sebagai kelas yang terdiri dari mereka yang memiliki peluang kurang dari 10% untuk menjadi miskin atau rentan di masa depan berdasarkan konsumsi mereka saat ini.

Selain jumlahnya yang terus menyusut, konsumsi kelas menengah juga LPEM FEB UI anggap terus merosot, seiring dengan semakin lemahnya daya beli mereka. Permasalahan ini pun berdampak langsung terhadap penerimaan negara karena kontribusi mereka yang besar terhadap total penerimaan negara.

Pada 2023, total konsumsi dari kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah adalah 82,3% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. Terdiri dari porsi calon kelas menengah menyumbang 45,5% dan kelas menengah menyumbang 36,8%.

Namun, tren mereka mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir. Porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4% pada 2018. Sebaliknya, porsi konsumsi kelas menengah turun dari 41,9% pada periode yang sama.

“Penurunan ini menunjukkan pengurangan konsumsi kelas menengah, yang mencerminkan potensi penurunan daya beli mereka,” tulis tim kajian LPEM FEB UI dalam risetnya.

Dengan catatan itu, tak heran maka penerimaan pajak pemerintah saat ini merosot. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan hingga 30 Juni 2024 atau semester I-2024, penerimaan pajak hanya sebesar Rp 893,8 triliun.

Jumlah tersebut turun 7,9% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp970,2 triliun. Penerimaan pajak pada paruh pertama tahun ini pun baru sebesar 44,9% dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

Meski begitu, Sri Mulyani menganggap, penerimaan pajak yang turun itu karena harga-harga komoditas yang anjlok atau mengalami normalisasi, sehingga setoran pajak penghasilan atau Pajak Penghasilan (PPh) badan ikut merosot. Di antaranya adalah harga minyak mentah sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan batu bara.