Inflasi konsumen (CPI) China pada bulan Juli 2024 mengalami kenaikan hingga 0,5% secara year-on-year. Hal ini terjadi saat China masih terus berupaya mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi setelah mengalami krisis di bidang properti.
Dalam data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional China pada Jumat (9/8/2024), kenaikan sebesar 0,5% ini merupakan yang tertinggi sejak kenaikan 0,7% pada bulan Februari. Diketahui bahwa inflasi China mencapai rekor tertinggi pada bulan Februari, di mana Negara Tirai Bambu sedang dalam libur Tahun Baru Imlek.
Daging babi mengalami lonjakan harga sebesar 20,4% tahun-ke-tahun pada bulan Juli. Harga daging babi memainkan peran penting dalam CPI China, namun dapat rentan terhadap perubahan besar karena penyakit atau faktor lain yang memengaruhi produksi.
Di samping itu, biaya pariwisata naik 3,1% pada bulan Juli dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sementara biaya pendidikan dan hiburan naik 1,7% pada bulan yang sama.
Harga bahan bakar transportasi juga meningkat 5,1% pada bulan Juli, namun harga untuk ‘alat transportasi’ mengalami penurunan sebesar 5,6%. Sementara itu, harga sewa properti turun 0,3% tahun-ke-tahun pada bulan Juli, dan harga peralatan rumah tangga turun 1,8%.
CPI inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi, naik 0,4% tahun ke tahun pada bulan Juli. Angka ini mengalami penurunan dari 0,6% pada bulan Juni.
Menurut Kepala Ekonom China Raya di ING, Lynn Song, kondisi ini memungkinkan tren inflasi sedikit lebih tinggi dalam beberapa bulan ke depan, namun hal tersebut seharusnya tidak menghalangi pelonggaran moneter lebih lanjut. Faktor domestik yang mendukung pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut adalah inflasi yang rendah dan aktivitas kredit yang lemah.
Indeks harga produsen untuk bulan Juli turun 0,8% dari tahun sebelumnya. Penurunan tersebut sedikit lebih rendah dari perkiraan sebesar 0,9%, dan stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Harga bahan bangunan dan bahan non-logam turun 5,2% pada bulan Juli, dan harga logam non-ferrous naik 11,3%.
Pada bulan Juli, China juga melaporkan impor yang naik lebih kuat dari yang diharapkan sebesar 7,2% dari tahun sebelumnya. Namun, ekspor mengalami kinerja di bawah perkiraan dengan pertumbuhan sebesar 7%.
Referensi: CNBC Indonesia