Rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad telah digulingkan setelah berkuasa selama 24 tahun. Perang Saudara yang berlangsung selama 13 tahun di Suriah akhirnya berakhir dengan kejatuhan Assad. Pasukan pemberontak Suriah, yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menjadi salah satu pihak yang berperan dalam menggulingkan rezim tersebut.
Alasan di balik kejatuhan rezim Assad di Suriah diduga terkait dengan perang antara Hizbullah dan Israel. Kekalahan Hizbullah yang didukung Iran dalam perang melawan Israel di Lebanon menjadi awal dari keruntuhan rezim Assad. Sementara itu, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) melakukan serangan ke kota Aleppo saat Israel dan Hizbullah mencapai gencatan senjata.
Kejatuhan Assad juga berdampak besar pada Iran, yang merupakan salah satu pendukung utamanya. Kelompok militan Hizbullah, yang didukung oleh Iran, mengalami kerugian besar setelah kekalahan melawan Israel. Sebagian besar pendukung Iran kini tinggal di Yaman dan Irak, namun pengaruh mereka semakin melemah.
Pemerintah Iran melaporkan bahwa ribuan warganya telah pulang dari Suriah setelah kejatuhan Assad. Sementara itu, PBB menekankan pentingnya akuntabilitas dalam transisi politik di Suriah untuk menegakkan keadilan atas pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama pemerintahan Assad.
Kritik juga datang dari Qatar terkait tindakan Israel yang diduga mengeksploitasi situasi di Suriah. Israel dikutuk atas pendudukan wilayah Suriah dan serangannya terhadap instalasi militer setelah kejatuhan Assad. Serangkaian ledakan dilaporkan terjadi di Damaskus sebagai akibat dari ratusan serangan udara yang dilancarkan oleh Israel di Suriah.