Gempa Megathrust merupakan salah satu fenomena bencana alam yang menjadi perhatian utama dalam beberapa tahun terakhir. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menjelaskan tentang potensi gempa yang terjadi di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Menurut Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, pembahasan ini bukan karena adanya ancaman gempa besar yang akan terjadi dalam waktu dekat, melainkan sebagai pengingat akan potensi gempa di wilayah tersebut.
Gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada tahun 1957 dengan jeda seismic gap mencapai 267 tahun, sedangkan di Mentawai-Siberut terjadi pada tahun 1797 dengan jeda 227 tahun. Daryono menjelaskan bahwa kedua seismic gap di Indonesia memiliki periode jauh lebih lama dibandingkan dengan zona gempa Nankai, sehingga penting bagi Indonesia untuk serius dalam mempersiapkan mitigasi bencana.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, juga menjelaskan bahwa isu mengenai potensi gempa di zona Megathrust bukanlah hal baru, namun terus diperbincangkan untuk membuat masyarakat lebih siap menghadapi dampaknya. BMKG telah melakukan langkah-langkah antisipasi, termasuk pemasangan sensor tsunami dan edukasi masyarakat lokal maupun internasional. Selain itu, BMKG juga bersinergi dengan Indian Ocean Tsunami Information Center untuk mengedukasi 25 negara di sekitar Samudra Hindia tentang mitigasi bencana gempa dan tsunami.
Melalui berbagai upaya ini, BMKG aktif dalam memastikan sistem peringatan dini bencana terus berjalan dan melibatkan pemerintah daerah dalam persiapan infrastruktur mitigasi. Edukasi, pemantauan, dan penyebaran informasi terkait mitigasi bencana menjadi fokus utama dalam menanggapi potensi gempa Megathrust di Indonesia.