“Korut Bersumpah ‘Perangi’ AS Jelang Pelantikan Trump: Analisis Terbaru”

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, membuat janji untuk menerapkan kebijakan anti-AS yang paling keras dalam sebuah rapat pleno Partai Pekerja yang berkuasa. Kim menggambarkan AS sebagai negara yang paling reaktif dan menganggap anti-komunisme sebagai kebijakan negara yang paling absolut. Ia juga menyoroti kemitraan keamanan antara AS, Korea Selatan, dan Jepang yang berkembang menjadi blok militer nuklir untuk agresi. Hal ini menjadi sorotan kurang dari sebulan sebelum pelantikan kembali Donald Trump sebagai presiden AS.

Di tengah prospek diplomasi tingkat tinggi dengan Korea Utara yang semakin meningkat saat Trump kembali ke Gedung Putih, banyak pakar menduga pertemuan puncak antara Kim dan Trump tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan fokus Trump yang akan lebih dulu tertuju pada konflik di Ukraina dan Timur Tengah. Dukungan Korea Utara terhadap perang Rusia melawan Ukraina juga menjadi tantangan dalam upaya menghidupkan kembali diplomasi.

Dalam pidatonya, Kim menggarisbawahi strategi balasan anti-AS yang paling keras yang akan diluncurkan secara agresif oleh Korea Utara demi kepentingan dan keamanan nasional jangka panjang. Meskipun rincian strategi tersebut tidak diungkap lebih lanjut, Kim menetapkan tugas untuk meningkatkan kemampuan militer melalui kemajuan teknologi pertahanan dan ketangguhan mental tentara Korea Utara.

Pertemuan sebelumnya antara Trump dan Kim, yang berakhir tanpa kesepakatan pada tahun 2019, telah memicu peningkatan aktivitas pengujian senjata oleh Korea Utara. Hal ini menyebabkan AS dan Korea Selatan merespons dengan memperluas latihan militer bilateral dan trilateral yang melibatkan Jepang. Ada kekhawatiran bahwa Rusia dapat memberikan teknologi senjata canggih kepada Korea Utara sebagai imbalan atas dukungan mereka dalam perang melawan Ukraina.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengungkapkan bahwa sekitar 3.000 tentara Korea Utara terluka atau tewas dalam pertempuran di wilayah Kursk Rusia. Hal ini menjadi perkiraan pertama dari Ukraina mengenai korban Korea Utara sejak pengerahan pasukan Korea Utara ke Rusia dimulai pada Oktober. Semua ini menunjukkan dinamika hubungan antara Korea Utara, AS, Rusia, dan Ukraina yang terus berubah di dalam panggung geopolitik global.

Exit mobile version