Berita  

Trump Bikin Keributan, Jaksa Terkenal AS Jadi Korban

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat gebrakan kontroversial dengan kebijakannya yang menuai protes. Kali ini, pengunduran diri seorang jaksa federal terhormat menarik perhatian kalangan konservatif. Jaksa federal Danielle Sassoon yang sebelumnya bekerja sebagai asisten Hakim Agung Antonin Scalia memilih untuk mengundurkan diri setelah menolak perintah Departemen Kehakiman untuk membatalkan kasus korupsi terhadap Eric Adams, Wali Kota New York dari Partai Demokrat.

Departemen Kehakiman mendasarkan keputusannya pada alasan bahwa pemilihan wali kota yang akan datang dapat mempengaruhi pembatalan kasus korupsi tersebut. Mereka berpendapat bahwa proses hukum dapat mengganggu peran Adams dalam mendukung kebijakan imigrasi yang menjadi prioritas Trump. Meskipun Trump membantah secara langsung memerintahkan pembatalan dakwaan terhadap Adams, keputusan Sassoon untuk mengundurkan diri menunjukkan adanya ketegangan antara gerakan hukum konservatif tradisional dan ambisi Trump untuk lebih mengendalikan pemerintahan federal.

Selain menyusun perubahan dalam sistem peradilan pidana, Trump juga merencanakan pembubaran beberapa kementerian serta mencapai penunjukan menteri pertahanan melalui margin suara tipis di Senat. Selain itu, ia juga menantang hak-hak konstitusional yang telah berlaku selama lebih dari 150 tahun. Kebijakan eksekutif yang agresif dari Trump kemungkinan besar akan memicu perdebatan di Mahkamah Agung AS, meskipun mayoritas hakim memiliki pandangan konservatif, belum jelas sejauh mana mereka akan membatasi kewenangan presiden.

Upaya pembatalan kasus Adams telah menyebabkan beberapa pegawai Departemen Kehakiman termasuk jaksa federal lainnya, seperti Hagan Scotten, untuk mengundurkan diri dengan alasan serupa. Scotten yang memiliki latar belakang hukum konservatif dan pernah bekerja sebagai asisten Hakim Agung John Roberts serta Brett Kavanaugh sebelum diangkat ke Mahkamah Agung juga turut memilih untuk mundur. Para analis hukum, seperti Ilya Somin, menilai perintah Deputi Jaksa Agung Emil Bove untuk menghentikan kasus Adams mencerminkan pergeseran politik yang semakin mengaburkan nilai-nilai supremasi hukum di Amerika Serikat.

Dalam konteks perjuangan untuk supremasi hukum, Departemen Kehakiman di bawah Trump terus memperlihatkan dominasi politik Gedung Putih terhadap sistem peradilan federal. Jaksa federal yang mengundurkan diri, Sassoon, menegaskan bahwa tugasnya sebagai jaksa adalah menegakkan hukum secara adil tanpa memihak pada kepentingan politik. Skandal ini mengingatkan pada peristiwa “Saturday Night Massacre” pada tahun 1973, di mana sejumlah pejabat Departemen Kehakiman mengundurkan diri sebagai protes terhadap campur tangan Presiden Richard Nixon dalam kasus Watergate.

Keputusan Bove untuk menghentikan kasus Adams memicu pro dan kontra dari sejumlah pakar hukum. Meskipun Adams telah menyatakan diri tidak bersalah atas tuduhan korupsi yang dialamatkan kepadanya, langkah Bove untuk membatalkan kasus tersebut menimbulkan kontroversi. Dampak dari kasus ini diyakini akan terus berlanjut dalam waktu dekat, dengan pemerintahan Trump menyatakan niatnya untuk menuntut pejabat negara bagian dan kota yang menghambat kebijakan imigrasi mereka.

Bagaimanapun, kisah ini menjadi puncak ketegangan di Departemen Kehakiman di tengah era pemerintahan Trump dan pelbagai langkah kontroversial yang diambilnya. perjuangan untuk supremasi hukum dan integritas sistem peradilan federal terus menjadi sorotan di tengah dinamika politik yang semakin rumit di Amerika Serikat.