Terkini, mantan presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengusulkan tindakan ekstrem untuk membunuh sejumlah senator dengan ledakan bom demi menciptakan kekosongan di Senat negara tersebut. Dalam sebuah kampanye, Duterte menilai jumlah senator di Filipina terlalu banyak dan mengajukan opini untuk mengeliminasi sebagian dari mereka guna memberikan lebih banyak kesempatan di lembaga legislatif tersebut.
Duterte bahkan menyatakan bahwa dengan membunuh sekitar 15 senator, maka semua orang bisa masuk Senat. Pernyataan ini diungkapkan dalam konteks nasib politik putrinya, Wakil Presiden Sara Duterte, yang akan ditentukan oleh Senat Filipina yang beranggotakan 24 orang. Upaya pemakzulan Sara Duterte mungkin terjadi setelah pemilihan umum bulan Mei. Dengan mayoritas senator yang merupakan sekutu Marcos, komposisi akhir Senat bisa menjadi kunci untuk mempengaruhi kelanjutan politiknya.
Selain itu, Duterte kini disorot karena ancaman-ancaman dan pernyataan kontroversialnya, baik selama masa kepresidenannya maupun dalam kampanye politik. Aksinya dalam perang narkoba mendapat sorotan dari dunia internasional, dengan kepolisian Filipina menyebut bahwa perang narkoba tersebut menyebabkan ribuan kematian. Tidak hanya itu, Duterte juga menuding Presiden Marcos yang menggunakan narkoba ilegal dan mengembangkan tuduhan bahwa Marcos merupakan pengguna heroin.
Namun, hubungan antara keluarga Duterte dan Marcos merenggang setelah masa kekuasaan mereka. Pada bulan November, Sara Duterte bahkan menyampaikan pidato di mana ia mengakui telah menyuruh seseorang untuk membunuh Marcos Jr. Hal ini menyebabkan Biro Investigasi Nasional Filipina merekomendasikan agar tuntutan pidana diajukan terhadap Wakil Presiden Sara Duterte atas dugaan ancaman pembunuhan terhadap Marcos Jr. Dinamika politik di Filipina terus berkembang dan menunjukkan perjalanan yang dramatis dalam beberapa tahun terakhir.