Dalam sebuah balapan Formula E, setiap orang yang masuk ke area garasi diberi perangkat jemala dan handie talkie serta diminta untuk menyimpan telepon genggam mereka. Tujuannya adalah untuk memastikan semua aktivitas tidak direkam atau diabadikan. Perangkat ini dirancang untuk kedap suara selama sesi balapan, sehingga hanya suara mobil di pit lane, komunikasi pembalap, insinyur, dan pemandu yang terdengar. Selain itu, suara orang di sekitar tidak bisa didengar selama menggunakan perangkat tersebut.
Di sepanjang garasi, terdapat tiga monitor yang menampilkan siaran langsung di lintasan, data waktu pembalap, termasuk waktu terbaik, selisih, interval, dan informasi dari Race Control. Di dalam garasi, kru yang terdiri dari insinyur dan teknisi bekerja di depan komputer jinjing untuk menyusun strategi balapan. Saat pembalap masuk pit, teknisi bersiap untuk mengganti ban dalam waktu kurang dari dua detik, tergantung pada kondisi sirkuit dan tingkat keausan ban.
Berbeda dengan Formula 1, di Formula E penggunaan ban terbatas guna mendukung keberlanjutan. Setiap pembalap hanya diberi dua set ban untuk digunakan sepanjang akhir pekan balapan, termasuk balapan double header. Sesi latihan dapat terhenti karena kecelakaan, yang memaksa pembalap untuk kembali ke garasi dan menunggu di mobil mereka. Setelah kejadian tersebut, latihan dilanjutkan dan pit stop wajib dilakukan di tengah balapan untuk mengisi daya tambahan.
Strategi balapan menjadi kunci kesuksesan di Formula E karena mobil memiliki spesifikasi yang sama. Kecerdasan insinyur dan kemampuan pembalap dalam merancang taktik berperan penting dalam hasil akhir balapan. Formula E bukan hanya menguji keberlanjutan, tetapi juga kreativitas dan kemampuan pembalap dalam mengelola strategi balapan tanpa bantuan penuh teknologi.