Berita  

Perlindungan AS Keselamatan janji Terhadap Israel: Fakta atau Janji Kosong?

Serangan udara Israel yang melanda sebuah gedung perumahan di Doha, Selasa (9/9/2025), tidak hanya mengguncang Qatar tetapi juga menyoroti tingkat keterlibatan Amerika Serikat di kawasan Teluk. Insiden ini mengakibatkan lima anggota Hamas tewas bersama seorang petugas keamanan Qatar, menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik Gaza yang berpotensi melibatkan sekutu-sekutu Amerika Serikat. Qatar, yang menjadi tuan rumah pangkalan militer terbesar AS di kawasan, Al Udeid, dianggap sebagai sekutu setia Washington. Namun, serangan Israel ke ibu kota Qatar membawa pertanyaan tentang keefektifan perlindungan yang dijanjikan AS dan kemampuan dalam mencegah serangan di wilayah mitra strategisnya.

Presiden Donald Trump sebelumnya hadir di Doha dengan kesepakatan bernilai miliaran dolar, memuji peran Qatar sebagai mediator dalam konflik Gaza, dan menyebutnya mengambil risiko besar demi kepentingan Amerika Serikat. Serangan Israel di Qatar membuat situasi semakin rumit karena menyentuh langsung kedaulatan negara mitra AS tersebut. Perdana Menteri Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani mengecam serangan Israel sebagai tindakan yang merusak peluang perdamaian dan membahayakan proses pembebasan sandera.

Analisis menyatakan bahwa dampak serangan Israel terhadap Qatar akan berimplikasi luas ke negara-negara Teluk lain yang bergantung pada perlindungan AS. Meski sebelumnya banyak negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Qatar telah berkomitmen dengan AS dalam investasi senilai US$3 triliun, janji perlindungan dari AS kini terlihat rapuh. Serangan di Doha membawa dilema besar bagi Qatar sebagai mediator utama konflik Gaza, dengan negosiasi gencatan senjata dan pertukaran sandera berada di ujung tanduk. Negara-negara di kawasan, termasuk Mesir, Oman, UEA, dan Arab Saudi, yang juga memediasi konflik, kini merasa ragu terhadap niat Israel untuk perdamaian.

Source link

Exit mobile version