Generasi muda dari Gen Z semakin tertarik menjalani karier sebagai freelancer daripada bekerja di kantor secara tradisional. Fenomena ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia seiring dengan perkembangan pola kerja digital dan teknologi yang mendukung mobilitas. Tren ini bukan tanpa alasan, karena ada beberapa faktor yang mendorongnya.
Menurut survei global yang dilakukan pada Februari 2024, sekitar 70 persen Gen Z aktif menjadi freelancer atau berencana untuk melakukannya di masa depan. Sebagian besar dari mereka bahkan bekerja lebih dari 40 jam per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa ada alasan kuat di balik tren ini.
Salah satu faktor yang mendorong minat Gen Z terhadap pekerjaan freelance adalah fleksibilitas waktu dan lokasi kerja. Mereka menghargai kebebasan untuk bekerja kapan saja dan di mana saja tanpa terikat oleh jadwal kantor tradisional. Selain itu, Gen Z juga peduli terhadap kesehatan mental dan keseimbangan hidup. Pekerjaan freelance memberikan mereka kesempatan untuk mengatur waktu kerja yang lebih mendukung kehidupan pribadi mereka.
Dalam hal kreativitas dan ekspresi, pekerjaan freelance memberikan otonomi yang lebih besar daripada pekerjaan kantoran yang terstruktur dengan ketat. Gen Z cenderung memilih proyek-proyek yang sesuai dengan passion mereka dan membangun portofolio mereka sendiri. Mereka juga lebih mahir dalam memanfaatkan teknologi dan platform online, sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja mereka.
Meskipun ada beberapa tantangan seperti rasa kesepian saat bekerja dari rumah dan ketidakpastian pendapatan, banyak Gen Z merasa bahwa manfaat dari bekerja sebagai freelancer jauh lebih menarik daripada bekerja di kantor konvensional. Mereka mengejar fleksibilitas, kesehatan mental, kebebasan kreatif, dan kontrol atas karier mereka. Dengan model kerja freelance, Gen Z memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi potensi mereka, menghindari rutinitas, dan mengatur kehidupan profesional sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka.