portal berita online terbaik di indonesia

JPMorgan Merilis Ramalan Terbaru Mengenai Resesi AS, Siapa yang Mengendalikan Dollar?

JPMorgan Menaikkan Peluang Resesi AS Menjadi 35%

Jakarta, CNBC Indonesia – JPMorgan meningkatkan peluang resesi ekonomi Amerika Serikat tahun ini seiring dengan munculnya kekhawatiran baru terkait kondisi finansial negara tersebut setelah gejolak pasar minggu ini. Menurut kepala ekonom global Bruce Kasman dalam catatannya kepada klien yang dikutip dari CNBC International, Jumat (9/8/2024), JPMorgan menaikkan probabilitas resesi AS atau global menjadi 35% pada akhir tahun. Angka ini naik dari 25% yang dibagikan dalam prospek tengah tahun bank tersebut.

Sementara itu, JPMorgan mempertahankan peluang periode resesi pada paruh kedua 2025 sebesar 45%. Langkah ini muncul saat investor meragukan apakah perlambatan ekonomi sudah dekat setelah laporan pekerjaan yang mengecewakan minggu lalu.

Namun, ada berita positif pada pasar tenaga kerja pada Kamis (8/8/2024), dengan klaim pengangguran mingguan lebih rendah dari perkiraan ekonom. Kasman menunjukkan adanya “pergeseran positif yang signifikan” dalam profil risiko inflasi AS, sebagian dipicu oleh tekanan yang mereda pada pasar tenaga kerja seiring menurunnya permintaan.

Dia juga mencatat bahwa inflasi upah melambat dengan cara yang berbeda dari ekonomi maju lainnya. Sekarang, biaya tenaga kerja per unit di Amerika telah “diselaraskan kembali ke tingkat yang secara umum konsisten” dengan target inflasi Federal Reserve.

Dengan perubahan ini, Kasman mengurangi kemungkinan skenario dengan suku bunga tinggi untuk jangka waktu lama. Meskipun The Fed mempertahankan suku bunga tetap pada pertemuan kebijakan minggu lalu, kontrak berjangka dana Fed memperkirakan kemungkinan pemotongan secara pasti pada pertemuan September, menurut alat FedWatch CME.

Namun, meskipun meningkatkan peluangnya, Kasman mengatakan investor tidak harus menganggap semua tanda mengarah ke resesi. Kasman menggambarkan peningkatan risiko resesi jangka pendeknya sebagai moderat.

“Lebih mendasar lagi, kerentanan yang biasanya terkait dengan resesi-penurunan margin keuntungan yang berkelanjutan atau tekanan pasar kredit, dan guncangan pasar energi atau keuangan-secara mencolok tidak ada,” kata Kasman kepada klien.

Kasman bukan satu-satunya di Wall Street yang meningkatkan ekspektasi untuk hasil ini. Goldman Sachs menaikkan perkiraannya menjadi 25% dari 15% selama akhir pekan, tetapi mengatakan resesi dapat dihindari mengingat kemampuan Fed untuk menurunkan suku bunga atau membeli obligasi.

Sebelumnya, CEO JPMorgan Jamie Dimon telah buka suara soal kemungkinan resesi yang saat ini menghantui AS. Dimon menyebut peluang Negeri Paman Sam untuk menuju kondisi ‘soft landing’ adalah 35% hingga 40%. Ini berarti resesi merupakan skenario yang paling mungkin dalam benak bankir keturunan Yunani itu.

“Ada banyak ketidakpastian di luar sana. Saya selalu menunjuk pada geopolitik, perumahan, defisit, pengeluaran, pengetatan kuantitatif, pemilihan umum, semua hal ini menyebabkan kekhawatiran di pasar,” kata Dimon.

Dimon, yang memimpin bank terbesar AS dari segi aset, telah memperingatkan tentang ‘badai’ ekonomi sejak 2022. Namun, ekonomi telah bertahan lebih baik dari yang diharapkannya.

Walau begitu, Dimon kali ini sedikit skeptis bahwa Federal Reserve dapat menurunkan inflasi ke target 2%. Hal ini dikarenakan pengeluaran masa depan untuk ekonomi hijau dan militer yang makin besar.

“Selalu ada berbagai macam hasil Saya sepenuhnya optimis bahwa jika kita mengalami resesi ringan, bahkan yang lebih parah, kita akan baik-baik saja. Tentu saja, saya sangat bersimpati kepada orang-orang yang kehilangan pekerjaan. Anda tidak menginginkan pendaratan yang keras,” tambahnya.

(luc/luc)