Indonesia berisiko tidak berhasil mencapai cita-cita sebagai negara maju pada saat memperingati 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045 jika perekonomian dalam negeri terus stagnan akibat perencanaan kebijakan yang keliru dan tidak fokus pada penguatan kelas menengah. Hal ini diungkapkan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dalam White Paper yang berjudul Dari LPEM bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029.
Dalam white paper tersebut, dinyatakan bahwa Indonesia belum memenuhi syarat yang cukup dan diperlukan untuk menjadi negara berpendapatan tinggi seperti China, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, dan Brasil ketika mereka pertama kali masuk dalam kelompok negara berpendapatan tinggi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai stagnan dan tidak pernah melampaui level 5% selama ini. Pertumbuhan kredit per tahun juga tidak pernah mencapai 15%, rasio pajak terhadap PDB tidak melebihi 11% bahkan hanya 9,9% selama satu dekade terakhir. Selain itu, kontribusi industri terhadap PDB terus menurun menjadi 18% dan tingkat kemiskinan ekstrem yang persisten sebesar 1,7%.
Dalam kata sambutannya dalam peluncuran white paper tersebut, Dekan FEB UI Teguh Dartanto menyebut bahwa ini adalah catatan yang sangat kritis dan perlu dipertimbangkan apakah mimpi itu realistis atau tidak. Ia juga menyebutkan bahwa pemerintah pengganti Presiden Joko Widodo dapat meneladani negara berkembang lain yang berhasil menjadi negara berpendapatan tinggi, seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Skandinavia, dengan meningkatkan kapasitas riset dan inovasi serta fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi negara produsen yang terlibat dalam rantai pasok ekosistem global.
Namun, jika Indonesia gagal menjadi negara maju pada tahun 2045, white paper tersebut menyarankan pemerintah untuk memperkuat kelas menengah Indonesia agar menjadi kelompok yang kuat secara ekonomi, kesehatan, dan inovatif. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kesetaraan kesempatan dan akses pendidikan serta kesehatan yang berkualitas, menciptakan pekerjaan di sektor formal, meningkatkan infrastruktur dasar, dan menyediakan jaminan sosial yang luas. Dengan cara ini, fokus kebijakan ekonomi yang tidak inklusif seperti pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo dapat dihindari, yaitu terlalu fokus pada 20% kelompok terbawah dan 10% kelompok teratas, tetapi melupakan kelompok kelas menengah yang memiliki porsi 40-80% dari total penduduk.
Salah satu efek dari kegagalan Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045 adalah Indonesia akan menjadi negara dengan penduduk lanjut usia sebelum mendapatkan pendapatan tinggi. Presiden Joko Widodo juga menekankan bahwa kegagalan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dapat dilihat dari negara-negara Amerika Latin yang menjadi tua sebelum menjadi kaya. Oleh karena itu, perlu diingatkan kembali bahwa kesempatan dan peluang untuk melompat maju harus dimanfaatkan secara optimal.
Dalam kesimpulannya, LPEM FEB UI mengajukan pentingnya perencanaan kebijakan ekonomi yang jangka panjang untuk mencapai cita-cita Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045. Selain itu, perkuat kelas menengah sebagai kelompok yang kuat dan inovatif juga menjadi langkah penting untuk mewujudkan mimpi Indonesia Emas.