Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara perihal kelanjutan proyek hilirisasi batu bara atau gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Indonesia, pasca perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat (AS) mundur dari konsorsium dalam proyek tersebut bersama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina (Persero).
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif mengatakan sejak hengkangnya perusahaan AS tersebut, proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Indonesia belum berjalan lagi hingga saat ini.
“Irwandy juga mengatakan saat ini mundurnya Air Products masih menjadi persoalan bagaimana proyek gasifikasi batu bara di Indonesia akan berjalan. “Air Product sudah memundurkan diri kan, ini yang jadi persoalan bagaimana caranya bisa berjalan khususnya PKP2B jadi IUPK itu kewajiban mereka untuk lakukan hilirisasi batu bara,” tandasnya.
Seperti diketahui, Air Products disebut mundur dari dua proyek besar di RI, yakni proyek gasifikasi batu bara menjadi DME yang bekerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina (Persero), serta proyek gasifikasi batu bara menjadi etanol dengan perusahaan Group Bakrie, PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan, salah satu tantangan terbesar dalam proyek hilirisasi batu bara di Indonesia adalah faktor keekonomian yang dinilai masih tinggi.
Proyek yang disaksikan langsung awal pembangunannya atau ground breaking oleh Presiden Jokowi pada 24 Januari 2022 ini mulanya diperkirakan akan membutuhkan investasi US$ 2,1 miliar dan bisa menghemat devisa pengadaan impor LPG hingga Rp 9,14 triliun per tahun.