portal berita online terbaik di indonesia

RI Berencana Mengganti BBM dengan Campuran Etanol, Ini Respon Dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berbicara tentang pencampuran Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) yaitu dengan bioetanol berbasis tetes tebu (molase) khususnya dengan mencampurkan BBM RON 90 (Pertalite) dengan bioetanol yang akan menghasilkan BBM dengan RON 92.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengatakan saat ini Indonesia sendiri masih belum bisa mengembangkan bioetanol untuk digunakan secara masif untuk menjadi campuran bagi semua jenis BBM di dalam negeri.

Dia mengatakan saat ini walaupun pemerintah sudah menguji coba pencampuran antara Pertalite RON 90 dengan bioetanol yang menghasilkan BBM dengan RON 92, tetapi implementasinya masih harus mempertimbangkan sumber bioetanol di dalam negeri. “Kalau secara teknis (pencampuran Pertalite dengan bioetanol) saya kira ada bukti. Tapi masih dalam skala yang tidak banyak, karena masih uji coba. Kalau komersialisasi secara masif, dari mana sumber etanolnya, sumber daya alamnya dari mana? Itu kunci utama kita, harus sustainable, harus berkelanjutan dan tidak ganggu yang lain,” ungkap Tutuka saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (12/2/2024).

Tutuka juga mengatakan bahwa implementasi untuk mencampurkan bioetanol di semua jenis BBM diperkirakan akan dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Hal itu juga dikarenakan di Indonesia belum memiliki rantai pasok utama bioetanol di sektor hulunya. “Uji coba secara teknis, ekonomis komersial. Jadi masih perlu waktu,” tambahnya.

Adapun, Tutuka juga mengatakan pengembangan bioetanol tidak bisa dibandingkan dengan kesuksesan Indonesia khususnya dalam mengembangkan biodiesel yang berbasis kelapa sawit. Hal itu lantaran Indonesia sudah memiliki rantai pasok biodiesel di sektor hulunya yakni perkebunan kelapa sawit. “Itu masih agak lama etanolnya karena pakai apa kita. Kalau biodiesel kita punya hulunya, kelapa sawit, tapi ini kan (bioetanol dengan tebu) kita belum punya. Awal rantai pasoknya nggak punya di hulu, jadi menurut saya tidak bisa cepat seperti biodiesel. Karena kalau impor pasti akan tambah biaya dan tinggi harganya,” tandasnya.

Sebelumnya, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Edi Wibowo. Dia menyebut, dengan pencampuran BBM Pertalite dengan bioetanol, maka akan menghasilkan produk BBM setara dengan RON 92 (Pertamax). Namun, Edi mengatakan program pencampuran BBM dengan bioetanol yang dilakukan secara komersial saat ini masih diberlakukan untuk Jenis Bahan Bakar Umum (JBU) atau BBM non subsidi seperti Pertamax Series Pertamina, seperti halnya produk Pertamax Green 95.

Sedangkan, Pertalite sendiri merupakan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) atau diberikan “subsidi” yang dikenal dengan “kompensasi” oleh pemerintah. “Kalau dari Pertalite jadi (RON) 92 itu udah uji coba, tapi kita karena masuknya bahan bakar umum jadi kan yang RON 95, jadi untuk Pertamax 95 tadi yang sudah berlakukan seperti itu,” ungkapnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (6/2/2024).

Edi mengatakan, pihaknya belum menargetkan kapan implementasi pencampuran BBM Pertalite dengan bioetanol bisa dilakukan secara komersial. Namun yang pasti, pihaknya saat ini masih menunggu evaluasi dari uji pasar yang dilakukan untuk Pertamax Green 95 dengan campuran bioetanol 5% (E5). “Kita harap nanti evaluasi tadi market trial,” tambahnya.

Selain itu, Edi juga mengungkapkan, sebelum mengembangkan bioetanol lebih jauh lagi, pemerintah masih harus menyelesaikan permasalahan cukai yang dikenakan pada produk bioetanol. “Kita nanti masih ada aspek-aspek non teknis terutama masalah bea cukai-nya kan harus diselesaikan dulu,” tandasnya.

[Gambas:Video CNBC]

Exit mobile version