portal berita online terbaik di indonesia

Pertamina Berharap Proyek Gas Raksasa Dapat Beroperasi Sebelum 2030

Jakarta, CNBC Indonesia – PT Pertamina (Persero) mengungkapkan target ambisius bagi salah satu proyek ‘raksasa’ yang digarapnya bersama perusahaan Malaysia, Petronas, dan perusahaan asal Jepang, Inpex.

SVP Strategy & Investment Pertamina Henricus Herwin menyebut, sebelum tahun 2030 mendatang, proyek gas ‘raksasa’ tersebut, yakni Blok Masela di Maluku, ditargetkan sudah bisa beroperasi.

Seperti diketahui, Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Energi (PHE) bersama dengan Petronas melalui Petronas Masela Sdn Bhd resmi memiliki hak partisipasi (Participating Interest/ PI) sebesar 35% di Blok Masela, setelah mengakuisisi hak partisipasi saham Shell senilai US$ 650 juta atau Rp 9,75 triliun pada acara the 47th IPA Convention & Exhibition (IPA Convex) 2023 di ICE BSD, Selasa, 25 Juli 2023 lalu.

Dengan akuisisi ini, PHE akan memegang hak partisipasi sebesar 20%, lalu Petronas Masela 15%, sementara Inpex yang juga bertindak sebagai operator Blok Masela tetap menguasai 65% hak partisipasi.

“Masela di mana Pertamina bersama Inpex, Petronas akan mengembangkannya dengan ambisi untuk mendapatkan gas pertama sebelum tahun 2030,” ungkapnya dalam acara The 48th IPA Convention & Exhibition (IPA Convex 2024), di ICE BSD City, Tangerang Selatan, Rabu (15/5/2024).

Seperti diketahui, sumber daya gas merupakan sumber energi yang menghasilkan emisi lebih rendah dibandingkan energi batu bara. Oleh karena itu, proyek gas Masela ini diperlukan segera dalam proses transisi energi dari energi “kotor” ke energi yang lebih bersih.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan sederet kendala yang membuat pengembangan Lapangan Gas Abadi, Blok Masela masih tersendat.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan banyak sekali faktor yang membuat pengembangan Blok Masela jalan di tempat. Salah satunya yaitu pandemi Covid-19 beberapa tahun belakangan.

Ditambah lagi, Shell memutuskan hengkang dari proyek itu pada pertengahan 2020. Hal ini pun membuat proyek yang masuk dalam daftar strategis nasional tersebut mengalami kemunduran.

Sementara, untuk mencari investor pengganti Shell dengan kondisi harga minyak mentah dunia pada saat itu yang cukup rendah tidaklah mudah.

“Sehingga masalah Shell divestasi harus cari pengganti 35% kan besar gak bisa oleh operatornya,” kata Dwi dalam RDP bersama Komisi VII, dikutip Kamis (28/3/2024).

Tak berhenti di situ, setelah masuknya konsorsium PT Pertamina (Persero) dan Petronas di Blok Masela menggantikan Shell pada tahun 2023 lalu, Inpex selaku operator mengajukan revisi rencana pengembangan Blok Masela. Langkah ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan net zero emissions (NZE).

“Berkaitan dengan pendanaan sangat sulit peroleh pendanaan memperoleh investasi energi fosil tanpa dilengkapi dengan ramah lingkungan. Jadi rangkaian itu yang kemudian terjadi penundaan kapan selesainya ini kita yang diskusi dengan Inpex,” tambah Dwi.

Exit mobile version