Mengapa sunat perempuan berbahaya? Risiko dan wawasan

Sunat perempuan, baik yang dilakukan secara simbolis maupun dengan pemotongan jaringan, mengandung risiko kesehatan yang signifikan. Dari infeksi hingga komplikasi saat persalinan, praktik ini dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental perempuan. Menurut WHO, sunat perempuan adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap perempuan dan anak, karena tidak memberikan manfaat kesehatan dan menimbulkan dampak negatif. Lebih lanjut, prosedur ini bisa merusak jaringan genital yang sehat serta mengganggu fungsi alami tubuh, tergantung pada ekstremnya bentuk sunat yang dilakukan.

Di Indonesia, praktek sunat perempuan masih umum dilakukan dengan berbagai metode. Data UNICEF tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam tiga besar negara dengan jumlah penduduk yang masih menjalani sunat perempuan. Penelitian dari Komnas Perempuan dan PSKK UGM pada 2017 menemukan bahwa mayoritas anak perempuan yang disunat berusia 1–5 bulan. Selain itu, data dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 menunjukkan bahwa sebagian anak perempuan telah mengalami sunat yang masuk dalam kategori Female Genital Mutilation (FGM) menurut WHO.

Sunat perempuan membawa risiko kesehatan yang serius, termasuk komplikasi medis seperti perdarahan, infeksi, pembengkakan, dan gangguan buang air kecil. Selain itu, prosedur ini juga bisa menyebabkan trauma psikologis, gangguan fungsi seksual, dan komplikasi saat persalinan. Melihat risiko ini, sunat perempuan bukan hanya soal tradisi budaya, tetapi juga merupakan praktik yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan perempuan. Mengedukasi masyarakat tentang risiko tersebut sangat penting untuk mengakhiri praktik sunat perempuan yang merugikan ini.

Exit mobile version