Krisis ekonomi terus melanda sejumlah negara dunia, termasuk Malawi yang baru-baru ini memberikan sinyal adanya krisis ekonomi yang telah mempengaruhi kehidupan warga negara tersebut. Menurut laporan dari AFP, inflasi pangan di Malawi mencapai 38,55 persen pada bulan Februari secara year-on-year. Harga jagung, yang merupakan makanan pokok di negara ini, naik hampir tiga kali lipat sejak bulan Desember menjadi 110.000 kwacha (sekitar Rp 1 juta) untuk sekantong berat 50 kg. Hal ini sangat signifikan mengingat bahwa upah minimum bulanan di negara tersebut hanya sekitar US$ 52 (sekitar Rp 852 ribu) dan bahkan telah turun menjadi US$ 26 (sekitar Rp 429 ribu) per bulan untuk pekerja rumah tangga.
Kenaikan harga yang drastis telah menimbulkan protes, di mana ketua asosiasi pedagang pasar, Steve Magombo, menyatakan bahwa kenaikan harga yang dimulai sejak Januari tidak realistis. Demonstrasi besar-besaran dilakukan oleh 5.000 pedagang yang dipimpin oleh Magombo ke parlemen sebagai bentuk protes terbesar dalam beberapa tahun terakhir di ibu kota Malawi. Hal ini juga diikuti dengan protes di beberapa kota lain di negara tersebut.
Persoalan ekonomi di Malawi telah menjadi semakin akut, dengan 75 persen dari 21 juta penduduknya hidup dalam kemiskinan menurut data Bank Dunia. Krisis ekonomi ini juga tercermin dari melonjaknya inflasi hingga dua digit dan penurunan nilai Kwacha Malawi yang telah membuat komoditas dasar menjadi mewah dan tidak terjangkau bagi banyak orang. Kelangkaan mata uang asing juga terus melanda negara ini, mengkhawatirkan kelangsungan hidup para warganya.
Upaya pemerintah untuk menangani krisis dengan menerapkan larangan impor pada beberapa barang tertentu belum cukup efektif menurut beberapa pihak. Protes dan kritik terhadap pemerintah semakin menguat, dengan tuntutan agar pemerintah segera mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara ini. Dalam beberapa bulan menjelang pemilu bulan September, tekanan ini semakin intens, mengharapkan bahwa solusi konkret segera ditemukan untuk mengatasi krisis ekonomi yang semakin meresahkan warga Malawi.