Setiap Hari Raya Idul Fitri, tokoh-tokoh terkemuka di Indonesia mengadakan open house, di mana mereka membuka pintu rumah mereka kepada tamu yang datang bersilaturahmi. Tradisi ini juga dilakukan oleh Presiden Indonesia, yang biasanya membuka Istana Negara atau kediaman pribadi mereka untuk menerima tamu. Namun, dua kali dalam sejarah, kegiatan ini tidak dilakukan. Pertama, karena pandemi Covid-19 di era Presiden Joko Widodo yang membuat pembatasan kedatangan tamu. Kedua, pada Lebaran tahun 1987 di era Presiden Soeharto, open house tidak diadakan untuk mematuhi kebijakan hemat anggaran.
Pada saat itu, kondisi ekonomi Indonesia sedang sulit karena penurunan harga minyak bumi dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Hal ini membuat pemerintah harus melakukan pembatasan anggaran dan kebijakan pengetatan ekonomi. Presiden Soeharto memutuskan untuk tidak membuka open house di Jl. Cendana sebagai tindakan kesederhanaan di tengah ketidakpastian ekonomi. Keputusan ini mengirimkan pesan kepada para pemimpin masa depan tentang pentingnya menunjukkan contoh kesederhanaan dan keprihatinan dalam situasi sulit.
Akibatnya, para pejabat, tamu diplomatik, dan masyarakat umum tidak bisa berkunjung ke kediaman presiden tersebut pada hari Lebaran. Langkah Soeharto ini menjadi pembelajaran penting bagi pemimpin masa depan tentang pentingnya perilaku sederhana dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi. Mengutip Soeharto dalam autobiografinya, keputusan untuk tidak membuka open house pada Lebaran tahun 1987 adalah langkah yang diperlukan untuk menunjukkan kepemimpinan dalam masa sulit. Seluruh aksi tersebut sebagai bentuk penghematan dan tindakan untuk menjaga kestabilan ekonomi negara.