Operasi militer Israel di Gaza telah diamini untuk direncanakan secara besar-besaran, dengan banyak wilayah di kantong tersebut menjadi sasaran perebutan oleh pemerintah Zionis. Pengumuman ini dibuat oleh Menteri Pertahanan Israel Katz, yang menekankan perlunya warga Gaza untuk mengusir Hamas dan membebaskan sandera Israel sebagai upaya menjauhkan perang. Meskipun tidak ada detail konkret mengenai seberapa banyak tanah yang ingin direbut Israel, angka sekitar 62 kilometer persegi atau sekitar 17% dari total wilayah Gaza telah dikonfirmasi oleh kelompok hak asasi manusia Israel Gisha sebagai bagian dari zona keamanan.
Evakuasi penduduk di wilayah tersebut semakin diperhebat setelah restu Presiden AS Donald Trump untuk menggusur warga Gaza secara permanen, dengan visi pembangunan resor pantai di bawah kendali AS. Meskipun tekanan terhadap Hamas semakin meningkat, warga Gaza juga mulai menentang kelompok yang memerintah daerah tersebut sejak 2007. Dalam keadaan yang semakin tegang, militer Israel juga telah menargetkan Lebanon selatan dan Suriah, dengan serangan yang semakin mereda kesepakatan gencatan senjata pada bulan Januari.
Kondisi di Gaza semakin memburuk, dengan 53 jiwa tewas dalam serangan Israel pada hari Rabu, termasuk 19 anak-anak yang tewas dalam serangan di klinik PBB. Salah satunya adalah kunci pembunuhan tersebut, mengungkapkan bagaimana kekerasan perang meretakkan harapan warga Gaza. Kelompok keluarga sandera yang masih ditahan di Gaza juga menyuarakan ketakutannya terhadap ekspansi operasi militer, meragukan upaya pemerintah untuk membebaskan mereka. Dengan telah memakan korban lebih dari 1.000 jiwa sejak dimulainya operasi militer Israel, konflik ini semakin mengancam perdamaian di kawasan tersebut.