Berita  

Fenomena Ngeri Anak Ekor Busuk di China: Petaka Baru?

Generasi muda di China menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan sesuai dengan bidang studi mereka. Hal ini terungkap dari laporan CNA yang menyoroti fenomena “Mengapa Sarjana Muda Banyak Menganggur di China”. Banyak pencari kerja yang ditemui di bursa kerja Lishuiqiao, Beijing, mengeluh sulitnya menemukan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan mereka. Misalnya, Hu Die, seorang sarjana desain berusia 22 tahun dari Harbin University of Science and Technology, merasa kesulitan mengejar posisi yang diinginkan. Begitu pula dengan Li Mengqi dan Chen Yuyan, yang memiliki cerita serupa setelah lulus kuliah.

Krisis pasar tenaga kerja di China semakin memperumit situasi. Menurut Zak Dychtwald, pendiri Young China Group, ketimpangan antara usaha keras selama kuliah dan ketidakcocokan dengan pekerjaan yang tersedia merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi para generasi muda. Meskipun lulusan dari jurusan prestisius seperti automasi atau AI banyak dicari, mereka tetap mengalami kesulitan dalam menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka.

Pasar kerja yang semakin buruk juga menciptakan istilah baru yaitu “anak dengan ekor busuk” untuk menggambarkan kondisi para sarjana muda yang terpaksa bekerja dengan gaji rendah dan bergantung pada orang tua. Perubahan sikap generasi muda yang lebih enggan menerima pekerjaan rendahan atau tidak stabil telah menciptakan istilah “merunduk” atau tangping, yang menggambarkan pemuda yang mundur dari persaingan kerja yang sengit.

Dampak psikologis dari pengangguran juga semakin terasa di kalangan lulusan. Zhou Yun dari University of Michigan menyoroti adanya ketidakpastian ekonomi dan kehilangan tujuan hidup yang dirasakan oleh banyak lulusan. Pemerintah China telah mengakui tantangan besar dalam lapangan pekerjaan dan merencanakan langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini, termasuk penciptaan lebih dari 12 juta pekerjaan baru, subsidi pekerjaan, dan dukungan bagi industri padat karya. Meskipun China mengalami lonjakan jumlah lulusan universitas, negara tersebut tetap menghadapi kekurangan tenaga kerja terampil di sektor-sektor tertentu, terutama manufaktur.

Source link