Bedug, alat musik tabuh berbentuk gendang besar, telah menjadi bagian penting dari tradisi Islam di Indonesia. Suaranya yang khas sering terdengar mengiringi azan, menandai waktu salat, atau meramaikan perayaan hari-hari besar keagamaan Islam. Meskipun kini terkait dengan kegiatan keagamaan Islam, bedug mempunyai akar budaya yang lebih tua. Sebelum Islam, bedug sudah dikenal dalam berbagai ritual keagamaan dan sebagai alat komunikasi antarkelompok di Nusantara. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, bedug digunakan dalam upacara keagamaan dan sebagai alat komunikasi di lingkungan kerajaan.
Dengan kedatangan Islam ke Indonesia, terutama melalui Walisongo, bedug mulai diintegrasikan dalam praktik keagamaan Islam. Bedug digunakan untuk memanggil umat Islam melaksanakan salat, terutama selama bulan Ramadan. Di samping fungsi keagamaannya, bedug juga memiliki peran sosial dan budaya yang penting. Tradisi memukul bedug saat malam takbiran masih tetap ada hingga sekarang, sementara di beberapa daerah, bedug digunakan dalam acara adat dan kesenian.
Bedug bukan hanya sebagai alat musik, tetapi juga simbol akulturasi budaya. Keberadaan bedug di masjid-masjid, seperti di Masjid Menara Kudus, menunjukkan sinergi antara tradisi lokal dan ajaran Islam. Sejarah bedug di Indonesia mencerminkan akulturasi budaya yang panjang dan penyebaran Islam yang damai dan adaptif. Sebagai simbol identitas Islam Nusantara, bedug tetap relevan dan dihormati, menjadi pengingat akan kekayaan budaya dan toleransi yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.