Kenaikan tarif cukai rokok belakangan ini telah menimbulkan masalah baru, di mana peredaran rokok ilegal semakin marak. Menurut Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) Badiul Hadi, kenaikan tarif yang terlalu agresif malah mendorong konsumen untuk beralih ke rokok ilegal atau lintingan manual. Hal ini tidak hanya tidak membantu dalam peningkatan penerimaan cukai, namun juga tidak mengurangi konsumsi masyarakat.
Dalam rentang waktu 2022 hingga 2024, terjadi kenaikan tarif cukai rokok yang cukup signifikan. Namun, data menunjukkan bahwa produksi rokok justru tidak menunjukkan penurunan yang signifikan. Hal ini mungkin menjadi indikasi bahwa negara telah mencapai titik optimal dari kurva Laffer yang memperlihatkan bahwa kenaikan tarif yang ekstrim tidak selalu menghasilkan peningkatan penerimaan negara.
Kurva Laffer sendiri menjelaskan hubungan antara tarif pajak atau cukai dengan penerimaan negara, di mana kenaikan tarif yang terlalu tinggi dapat malah melemahkan ekonomi dan akhirnya menekan penerimaan negara. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi dan kajian mendalam sebelum menerapkan kebijakan cukai rokok yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang masih serba terbatas, perlu langkah yang lebih hati-hati dalam menerapkan cukai rokok untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak justru merugikan penerimaan negara dan masyarakat pada akhirnya.ICollection: Stockbyte/Stockbyte/Getty Images