portal berita online terbaik di indonesia

Alasan Bos Promotor Musik Menolak Larangan Sponsor Rokok

Pengusaha penyelenggara konser musik menolak rencana pemerintah yang akan melarang produsen produk tembakau dan rokok elektronik memberikan sponsorship. Rencananya, larangan ini akan diatur dalam aturan pelaksana turunan Undang-undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan yang saat ini sedang dalam pembahasan oleh pemerintah.

Promotor menyebut, larangan ini akan berdampak kelangsungan pelaksanaan suatu event. Di mana, dampaknya akan berbeda tergantung skala dan lokasi, sehingga event di Jakarta tak bisa jadi acuan.

Menanggapi hal itu, Direktur Utama PT Java Festival Production Dewi Gontha mengatakan peranan sponsor dari perusahaan rokok dalam industri musik sangat besar. Dia mengatakan peranan sponsor secara umum adalah untuk mensubsidi penyelenggaraan sebuah acara atau mensubsidi harga tiket.

“Kalau menurut saya, (sponsor) rokok itu peranannya masih besar banget di industri kita, sejujurnya. Dan fungsi mereka maupun sponsor lainnya secara general (umum) itu adalah mensubsidi penyelenggaraan sebuah acara atau mensubsidi harga tiket,” kata Dewi kepada CNBC Indonesia dikutip Rabu (15/11/2023).

“Kalau kita bicara di daerah pun. Menurut saya pribadi, support rokok itu masih gede banget, artinya belum tentu semua produk mau mensponsori event musik atau mungkin event musik tertentu yang mereka mau, mungkin sebagian tidak,” tambahnya.

Menurut Dewi, dari awal industri musik itu terbangun, industri rokok merupakan salah satu industri yang selalu men-support industri musik. “Jadi, kalaupun memang ini aturannya dikeluarkan, boleh nggak sih kita dikasih alternatif penggantinya apa?” ujarnya.

Dewi mengatakan, dirinya sempat berbincang dengan seseorang yang sudah mendalami terkait hal ini, katanya, kalau di negara lain jika ada suatu aturan yang dikeluarkan maka pemerintah tersebut juga berkewajiban mencari aturan pengganti yang bisa menggantikannya.

“Misalnya, perusahaan jenis A tidak boleh, maka perusahaan jenis B harus membuat komitmen kontribusi terhadap industri yang sama (dengan) sebesar jumlah yang sama. Jadi ada penggantinya, memang ada aturan begitu,” tutur dia.

Sementara itu, Dewi juga menyinggung ihwal industri musik yang baru mulai bergerak lagi pasca pandemi Covid-19. Menurutnya, masih banyak sekali ruang untuk industri musik berkembang dan perlu banyak sekali dukungan dari seluruh pihak, bukan hanya pelaku usahanya sendiri.

“Kalau kita bicara dengan, berapa banyak sih orang yang bekerja di industri ini? Lumayan sih kalau menurut kita, dan kalau kita bicaranya dampak ekonomi, otomatis semua pekerjanya kena dampak, dan kalau terhadap sebuah event yang cukup signifikan ukuran bahkan yang tidak signifikan ukuran, yang kecil-kecil pun tetap terkena dampak,” ujarnya.

Dewi tak menampik adanya sponsor pasti akan memengaruhi harga tiket. Sehingga, dengan adanya sponsor tersebut, harga tiket event musik bisa jadi lebih murah.

“Dewi menegaskan, jika dirinya ditanya setuju atau tidak setuju dengan adanya RPP atau aturan baru terkait rokok tersebut, dia dengan tegas mengatakan tidak setuju.

“Jadi, sekali lagi kalau ditanya setuju atau tidak setuju, sejujurnya saya tidak setuju kalau sampai ini dilarang. Menurut saya, kita masih perlu cari alternatif,” tegas Dewi.

Lebih lanjut, Dewi mengatakan, ada event yang memang skalanya sudah besar mungkin promotor event musik tersebut sudah tidak butuh sponsor yang banyak. Namun, lain halnya dengan event musik dengan skala lebih kecil, yang mana pengaruh sponsor masih sangat berpengaruh untuk berjalan lancarnya acara.

“Kalau skalanya sudah besar banget mungkin nggak butuh sponsor terlalu banyak. Mungkin penjualan tiketnya bisa harganya mahal karena artisnya besar. Tapi kan tidak semua event seperti itu. Ada juga event yang skalanya lebih kecil, yang support (sponsor) nya masih sangat pengaruh untuk mereka bisa jalan. Jadi, nggak bisa acuannya event di Jakarta,” pungkasnya.